Metroterkini.com - Yayasan Riau Hijau Watch (YRHW) pertanyakan kerjasama DLHK Riau dengan PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) karena di duga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor .P.49/menlhk/setjen/kum.1/9/2017, pasal 14 ayat (1) dan (2) yang mengatur kewenangan Gubernur dan Kadis DLHK.
Menurut Ketua YRHW Tri Yusteng Putra, dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan kayu hutan pada Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) dalam pasal 14 ayat (1), kerjasama pemanfatan hutan pada KPH dengan BUMDES dan Koperasi di tanda tangani Kepala Dinas dan mitra kerjasama. Sedangkan dalam ayat (2) perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan pada KPH dengan UMKM dan BUMD di tanda tangani Gubernur dan mitra kerjasama, namun di duga DLHK telah menandatangi perjanjian kerjasama pemanfatan kayu dengan BUMD PT BLJ yang ditanda tangani Kadis DLHK Riau Mamun Murod dengan Dirut PT BLJ.
Hal ini tentu melanggar regulasi karena seharusnya yang menandatangi adalah Gubernur Riau dan Dirut PT. BLJ. Terkait dugaan mal administrasi ini, Ketua YRHW Tri Yusteng Putra melakukan konfirmasi langsung dengan Kadis DLHK Riau Mamun Murod, di ruang kerjanya, Jum'at (1/10/2021).
Menurut Yusteng, kepada media ini dari penjelasan Kadis LHK Mamun Murod dan data yang ditunjukan kepada YRHW, hal itu terjadi sebelum adanya UU Cipta Kerja, karena mengacu pada regulasi yang ada yaitu Permen LHK No.P.49/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada KPH dalam rangka optimalkan pemanfaatan hutan secara lestari dan Pergub Riau no 53 tahun 2020 tentang pemanfaatan hutan pada KPH di Riau.
Demi peningkatan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi dasar di tandatangani perjanjian kerjasama antara DLHK Riau dan PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) yang merupakan BUMD Bengkalis, No : 522/PPH/3099 dan No 522/PPH/3101 tanggal 22 Oktober 2020 tentang pemanfaatan hasil hutan kayu melalui budidaya acasia sp dan gerunggang di UPT-KPH Bengkalis.
Dengan ada program ini tentunya membuka kesempatan bagi masyarakat tempatan melalui BUMD dalam pemanfaatan hutan secara lestari termasuk upaya peningkatan produktivitas dan pengendalian ilegal logging
Terkait perjanjian kerjasama ini, yang di maksud ayat 1 ini berpedoman pada peraturan Gubernur Riau No 53 tahun 2020, dalam pemanfaatan hutan dilakukan melalui kerjasama dengan badan usaha yang berbadan hukum, kelompok tani hutan, perorangan termasuk BUMD.
Kerjasama pemanfatan hutan ditanda tangani gubernur, namun dapat dikuasakan kepada Kadis LHK berdasarkan pasal 16 ayat 3 dalam peraturan Gubernur Riau tersebut.
Namun setelah berlakunya UU Cipta Kerja dan aturan turunannya salah satunya mencabut Permen LHK No P.49/Menlhk /Setjen/Kim.1/9/2017 maka secara otomatis kerjasama sebelumnya tidak bisa dilanjutkan, karena dalam kebijakan tersebut mengatur fungsi UPT- KPH pengelolaan kawasan hutan di wilayah kerja, sehingga tidak dapat melakukan praktek bisnis.
Dalam menindaklanjuti program pemanfatan hutan tersebut, DLHK Riau tentunya harus mangacu kepada UU Cipta Kerja dan aturan turunan PP No : 23 Tahun 2021, Permen LHK No 8 tahun 2021 dan arahan Direktur KPHP No s.184/KPHP/PHP/HPL.0/4/2021. Maka peluang pemanfaatan hutan tersebut dialihkan melalui permohonan PBPH oleh BUMD Provinsi Riau, PT Sarana Rembangunan Riau yang mana saat ini permohonan melalui OSS sudah diterima Kementerian BKPM.
Selanjutnya akan diproses verifikasi KLHK agar dapat persetujuan Komitmen PBPH, sesuai ketentuan yang mana nantinya akan diterbitkan persetujuan sertifikat standar pemberian PBHP sebagai dasar operasional pemanfaatan hutan tentunya dengan ada kerjasama yang dikembangkan melalui PBPH.
Tambah Yusteng lagi, berdasarkan klarifikasi Kadis DLHK dengan melihat regulasi yang dijalankan mendukung ini sebagai pengamanan kawasan hutan, pemberdayan masyarakat untuk kemandirian ekonomi masyarakat disekitar kawasan hutan dan tentunya pendapatan daerah dari potensi PNBP hasil hutan akan meningkat.
Sementara saat dikonfirmasi media ini, Kadis LHK Riau Makmun Murod melalui aplikasi WA mengatakan bahasanya terkait polemik kerjasama DLHK Riau dan PT. BLJ, sebenarnya sudah batal otomatis dengan berlakunya UU Cipta Kerja.
Murod juga mengakui telah menerima YRHW di ruang kerja dan mengklarifikasi dengan mereka, karena YRHW juga menyoroti hal tersebut. [rls-al]